Kanalmu.com – Manajemen laba sangat penting untuk diketahui oleh sobat yang memiliki usaha baik itu bentuknya masih kecil. Dengan demikian mampu menganalisa kesehatan keuangan bisnis yang sedang dijalankan.
Dan melalui ulasan ini team kanalmu akan berbagai informasi terkait dengan pengertian manajemen laba, pola dan juga fungsinya.
Untuk itu kamu bisa baca artikel kami ini sampai dengan selesai untuk mendapatkan informasi manajemen laba secara lebih lengkap, agar bisa kamu jadikan referensi untuk mempelajarinya.
Pengertian Manajemen Laba
Pengertian manajemen laba menurut para ahli, adalah sebagai berikut ini, pertama dari Schipper (1989): Manajemen laba merupakan campur tangan pada saat pengerjaan laporan keuangan yang bermaksud dapat mendapatkan keuntungan pribadi.
Adapun untuk pengertian kedua dari Assih (2000): Manajemen laba merupakan teknik yang direncanakan untuk meningkatkan pelaporan laba.
Manajemen laba merupakan intervensi pihak manajemen untuk mengatur laba dengan menaikkan atau menurunkan laba akuntansi dengan memanfaatkan kelonggaran metode dan prosedur akuntansi.
Scott (2002) membagi pemahaman manajemen laba menjadi dua, yaitu yang pertama manajemen laba sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitas dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political cost (Opportunistic earnings management).
Kedua, memandang manjemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient earnings managements), dimana manajemen laba memberi kesempatan pada manajer terkait fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.
Bentuk / Pola Manajemen Laba
Terdapat beberapa bentuk atau pola manajemen laba menurut Scott (2002), yaitu:
1. Taking a bath.
Taking a bath terjadi pada periode reorganisasi termasuk saat pengangkatan CEO baru. Bila perusahaan harus melaporkan laba rugi yang tinggi manajer terpaksa untuk melaporkan laba yang tinggi. Dengan cara mengakui biaya pada periode mendatang dan kerugian pada periode berjalan. Sehingga laba pada periode mendatang akan meningkat.
2. Income minimizing
Income minimazing merupakan bentuk mnajemen laba yang hampir sama dengan taking a bath, yakni dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan mempercepat penghapusan aset teteap dan aset tak berwujud, serta mengakui pengeluaran-pengeluaran sebagai biaya.
Saat perusahaan memiliki profitabilitas tinggi tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal biaya iklan dan pengeluaran riset dan pengembangan.
4. Income maximization
Income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Perusahaan yang mendekati tangal pelanggaran perjanjian hutang juga cenderung memaksimalkan laba.
5. Income smoothing
Income smoothing merupakan bentuk manajemen laba yang paling sering dilakukan dan yang paling popular. Dengan income smoothing manajer akan menaikan atau menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang dialporkan sehingga terlihat stabil dan tidak berisiko.
Motivasi Manajemen Laba
Pemahan tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts dan Zimmerman (1986) adalah:
1. The Bonus Plan Hypothesis
Jika perusahan memiliki rencana pemberian bonus, maka manajer akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini.
Dalam kontrak bonus dikenal dengan istilah bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cup (tingkat laba tertinggi). Jika laba dibawah bogey, tidak ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba diatas cup manajer tidak akan mendapat bonus tambahan.
Jika laba bersih dibawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada periode berikutnya, demikian pula jika laba diatas cup. Jadi hanya jika laba bersih diantara bogey dan cup, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan.
2. The Debt to Equity Hypotesis (Debt Covenant Hypothesis)
Jika perusahaan memiliki risiko debt to equity yang tinggi, manajer cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan dan laba. Perusahaan dengan debt to equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.
3. The Political Cost hypothesis (Size Hypothesis)
Jika perusahaan besar memiliki biaya politik tinggi, manager akan cenderung memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya politik muncul karena profitabilitas perusahaan tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.
Implikasi Manajemen Laba
Ada banyak pihak yang dirugikan akibat manajemen laba. Manajer harus menganggung kemungkinan kesulitan keuangan atau kebangkrutan dimasa depan.
Pemerintah harus menanggung berupa kehilangan kesempatan untuk memperoleh laba. Investor harus menanggung berupa kesempatan dalam mendapatkan return, kemungkinan terburuk adalah kehilangan modal yang ditanamkan.
Regulator harus menanggung berupa hilangnya kredibilitas dan integritasnya. Kreditor harus menanggung kesempatan mendapat return dan dana yang telah dipinjamkannya.
Masyarakat harus menanggung kehancuran perekonomian. Masyarakat juga akan berasumsi bahwa standar akuntansi adalah alat yang digunakan perusahaan dalam menyembunyikan kecurangan-kecurangan.
Fungsi Manajemen Laba
Dan untuk manajemen laba sendiri memiliki beberapa fungsi yang dapat diambil bagi seorang wirausaha baik skala kecil sampai dengan besar. Berikut ini adalah beberapa fungsinya.
- Memantau Laporan Laba Rugi
- Menggabungkan Pemantauan Laporan Laba Rugi dan Pengeluaran Kas
- Tim Outsource untuk Manajemen Laba
Daftar Pustaka
- Scott, W. R. (2002). Financial Accounting Theory . Pearson.
- Sulistyanto, S. (2008). Manajemen Laba Teori dan Model Empiris. PT Grasindo : Jakarta.
- Suwardjono. (2011). Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi ke Tiga. Yogyakarta: BPFE.
- Watts, R. L., & Zimmerman, J. L. (1986). Positive Accounting Theory. USA: Prentice-Hall.
Ikuti dan baca artikel menarik lainnya dari laman ini melalui Google News